Guan Yu Adalah

Guan Yu Adalah

Encounter with Xu Huang

Cao Cao later sent Xu Huang to lead another army to reinforce Cao Ren at Fancheng. Xu Huang broke through Guan Yu's encirclement and routed Guan Yu's forces on the battlefield, thus lifting the siege on Fancheng.[Sanguozhi others 15] Guan Yu withdrew his forces after seeing that he could not capture Fancheng.[Sanguozhi 17] The Shu Ji recorded an incident about Xu Huang encountering Guan Yu on the battlefield. Xu Huang was previously a close friend of Guan Yu. They often chatted about other things apart from military affairs. When they met again at Fancheng, Xu Huang gave an order to his men: "Whoever takes Guan Yu's head will be rewarded with 1,000 jin of gold." A shocked Guan Yu asked Xu Huang, "Brother, what are you talking about?" Xu Huang replied, "This is an affair of the state."[Sanguozhi zhu 6]

Although Guan Yu defeated and captured Yu Jin at Fancheng, his army found itself lacking food supplies, so he seized grain from one of Sun Quan's granaries at Xiang Pass (湘關). By then, Sun Quan had secretly agreed to an alliance with Cao Cao and sent Lü Meng and others to invade Jing Province while he followed behind with reinforcements. At Xunyang (尋陽), Lü Meng ordered his troops to hide in vessels disguised as civilian and merchant ships and sail towards Jing Province. Along the way, Lü Meng infiltrated and disabled the watchtowers set up by Guan Yu along the river, so Guan Yu was totally unaware of the invasion.[Sanguozhi others 16]

When Guan Yu embarked on the Fancheng campaign, he left Mi Fang and Shi Ren behind to defend his key bases in Jing Province – Nan Commandery and Gong'an. Guan Yu had constantly treated them with contempt. During the campaign, after Mi Fang and Shi Ren sent insufficient supplies to Guan Yu's army at the frontline, an annoyed Guan Yu said, "I will deal with them when I return." Mi Fang and Shi Ren felt uneasy about this. When Sun Quan invaded Jing Province, Lü Meng showed understanding towards Mi Fang and successfully induced him into surrendering while Yu Fan also persuaded Shi Ren to give up resistance. With the exceptions of the northwest, Liu Bei's territories in Jing Province fell under Sun Quan's control after the surrenders of Mi Fang and Shi Ren.[Sanguozhi 18]

B. Kisah Sumpah Setia 3 Bersaudara di Kebun Buah Persik

Dalam babak pertama dalam novel, diceritakan bagaimana Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei (刘备) dan Zhang Fei (张飞) disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara satu sama lain.

Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei, dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei pun menjadi saudara tertua, Guan Yu yang kedua, dan Zhang Fei yang ketiga.

Bersama2 mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela Negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama Tao Yuan Jie Yi (桃园结义), atau ‘Sumpah Persaudaraan Di kebun Persik‘; yang sangat dikagumi oleh orang dari jaman ke jaman, dan dianggap sebagai contoh/lambang persaudaraan sejati!

Lukisan 3 bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, dan patung keramik yang sangat disukai orang2 hingga sekarang ini.

Ada banyak cerita tentang Guan Yu yang senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, salah sautnya seperti kisah Guan Yu yang hanya berbekal sebilah golok, tanpa bala pasukan, datang memenuhi undangan pesta musuh, karena Negara Shu tidak mau mengembalikan Kota Jingzhou.

Negara Dong Wu (Sun) menyiasati dengan menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu berencana menghabisi Guan Yu disana. Guan Yu datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya.

Ketika tiba, Ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dan dengan kharisma luar biasa, Ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.

Baca juga : Lima Jenderal Harimau (Five Tiger Generals)

Citations from the Sanguozhi zhu

Links to related articles

Patung Guan Yu di Jingzhou

Kisah Sumpah Setia di Kebun Buah Persik

Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei di sebuah kedai arak. Dalam pembicaraan, mereka ternyata cocok dan satu hati, sehingga memutuskan mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei menjadi saudara tertua, Guan Yu yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga.

Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama “Tao Yuan Jie Yi” atau “Sumpah Persaudaraan Di Kebun Persik”, yang sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati. Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, dan patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini.

Kisah Guan Yu Terluka Oleh Panah Beracun

Pada saat Guan Yu berperang melawan pasukan Negara Wei, Guan Yu terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo melakukan bedah lengan Guan Yu tanpa anastesi dan menyembuhkan luka beracun tersebut dengan cara mengikis tulang. Hua Tuo menggunakan pisau untuk mengikis racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Tanpa dibius, Guan Yu tetap santai makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo memuji Beliau dengan berkata “Jenderal benar-benar seorang Dewa yang datang dari langit.”

Kekalahan Guan Yu dimulai dari situasi yang tidak menguntungkan di pihaknya. Cao Cao mulai mengajak Sun Quan untuk beraliansi secara diam-diam. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota Jingzhou (yang dikuasai Guan Yu pada waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dengan Cao Cao dan mengerakan pasukan merebut Jingzhou. Guan Yu akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, kemudian dihukum mati karena menolak untuk memihak pada Sun Quan. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, kepala Guan Yu dikirimkan ke tempat Cao Cao.

Pada waktu itu, Guan Yu ditangkap bersama Guan Ping, anak tertuanya, dibawa ke tengah perkemahan Sun Quan. Guan Yu hanya tertawa saja ketika dibawa untuk dihukum mati. Algojo yang akan memanggalnya menjadi ketakutan ketika menatap Guan Yu dan dia tidak berani untuk melaksanakan eksekusi itu, tidak ada prajurit biasa yang berani. Akhirnya Jenderal Pan Zhang dengan menggunakan Golok Naga Hijau memenggal kepala Guan Yu.

Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Guan Yu memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh dari kayu cendana secara agung. Kuburan Guan Yu terletak di propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Guan Yu yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut dinamakan Guan Lin. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar Dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali.

Berdekatan dengan Guan Lin, terdapat sebuat kelenteng peringatan untuk mengenang Guan Yu, yang dibangun pada jaman Dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan objek wisata yang selalu dikunjungi para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri. Kelenteng peringatan Guan Yu terdapat di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo disebut Hedong, adalah kampung halaman Guan Yu. Kelenteng itu memiliki keindahan bangunan dan arsitektur yang sangat mengagumkan dan merupakan salah satu objek wisata terkemuka di Shanxi.

Kwan Kong juga dikenal dengan nama mulia Kwan Seng Tee Kun adalah satu diantara dua dewa peperangan (Bu Seng) selain Yo Fei (Gak Hui 1103-1141 M). Kwan Kong atau Kwan Te (?-219 M) adalah sosok pribadi yang sangat dihormati di Tiongkok. Dikalangan Buddhis beliau dikenal sebagai Kwan Tee Pousat atau Ka Lam Pousat, sedangkan di kalangan Konfusianisme diakui sebagai salah satu Sin Beng yang dihormati.

Kwan Kong adalah seorang pahlawan yang hidupnya bersih, rendah hati, menjunjung tinggi persahabatan, patriot sejati, berpegang teguh terhadap dasar-dasar pribadi luhur. Golongan Taois mencantumkan beliau sebagai salah satu Sin Beng dalam buku Tao Chiao Chu Shen.

Perilaku atau sikap hidup Kwan Kong dalam kisah roman Tiga Negara (Sam Kok) 220-280 M adalah:

Teguh dalam tata Susila (Lee)

Setelah terkepung dalam peperangan dengan tantara Cho Cho, Kwan Kong bersedia menyerah dengan tiga syarat, yaitu; 1) Kwan Kong menyerah kepada Dinasti Han dan bukan kepada Cho Cho; 2) Memberikan perawatan dan kesejahteraan yang memadai bagi kedua istri Lauw Pi yang menjadi tanggung jawabnya; dan 3) Begitu Kwan Kong mengetahui di mana Lauw Pi (kakak angkatnya) berada, Kwan Kong direstui untuk menyusul. Ketiga syarat tersebut dipenuhi oleh Cho Cho. Namun untuk Kwan Kong dan kedua kakak iparnya hanya disediakan satu kamar dengan maksud untuk mengaburkan tata Susila antara ketiganya. Meski dengan kondisi demikian, Kwan Kong mempersilahkan kakak iparnya tidur di dalam kamar, sedangkan beliau sendiri berdiri di muka pintu. Sebelah tangan memegang golok ceng-liong yang-goat to dan tangan lainya memegang kitab Cun Ciu yang dibacanya semalam suntuk.

Kesetiaan terhadap saudara angkat – nya, Lau Pi (Tiong dan Sin)

Ketika menerima jubah sutera yang indah dari Cho Cho, Kwan Kong memakainya di sebelah dalam sementara baju luarnya tetap yang berasal pemberian Lauw Pi, sebagai tanda tidak melupakan sumpah sebagai saudara. Begitu Kwan Kong mendengar Lauw Pi ada bersama Wan Siao, beliau langsung memboyong kedua kakak iparnya dan menyusul ke tempat Wen Sao segera tanpa meminta restu dari Cho Cho. Dalam perjalanan melalui berbagai macam ancaman bahaya di lima kota (kisah ini adalah Kwan Kong Kwe Ngo Kwan) yang terkenal dalam Sam Kok.

Berperikemanusiaan yang mendalam dan berbudi luhur (Jin-Gi)

Dalam peperangan besar di sungai Tiang Kang (Chang Tsiang) sebagai kisah pertempuran besar di Cek-pek, tentara Cho Cho yang berjumlah 830.000 orang; 7.000 kapal besar dan kecil yang sudah digandengkan dalam rangkaian 30 kapal tiap kelompoknya serta perbentengan sepanjang kira-kira 300 li lebih, dibakar dan dihancurkan oleh pasukan Tong Gouw atas keunggulan dan taktik perang Ciu Ji dan Cu Kat Liang (Kong Beng) yang terkenal. Tentara dan para panglima termasuk Cho Cho sendiri digempur, dikepung, dikejar, disergap dan dimusnahkan. Akhirnya Cho Cho dengan pengikutnya yang berjumlah ratusan orang dalam keadaan terluka, letih, lapar, kedinginan, dengan semangat yang hancur lebur serta dalam keputusasaan mereka lari melalui celah pegunungan yang sempit yaitu celah Koay Yong To. Ternyata disana telah siap dengan pasukan yang masih segar dan gagah, Kwan Kong sambil melintangkan golok Naga Hijau berbentuk bulan sabit yang besar. Beliau tampak angker dan gagah perkasa. Tentara Cho Cho yang camping-camping begitu ketakutan.

Dalam keadaan terpaksa Cho Cho memohon diberi jalan hidup dengan mengungkapkan penghargaan, budi kebaikan yang pernah ia berikan ketika Kwan Kong tinggal di Kota Raja Dinasti Han serta hubungan yang sangat akrab antara keduanya. Kwan Kong sebagai sosok manusia yang sangat menjunjung tinggi budi orang, sangat tersentuh sanubarinya, dan hatinya luluh mendengar perkataan Cho Cho.

Kisah selanjutnya Kwan Kong membiarkan Cho Cho bersama tentara yang sudah tidak keruan keadaannya lewat tanpa gangguan. Sesaat kemudian Kwan Kong membentak tentara yang melaluinya, serentak tentara Cho Cho turun dari kuda serta berlutut sambal menangis; Kwan Kong segera memalingkan muka dengan penuh haru dan kembali ke markas pasukan besar dengan loyo. Perasaan belaskasihannya bergejolak, namun dengan tindakan yang dilakukannya itu, Kwan Kong sebenarnya menghadapi hukuman penggalan kepala. Persoalan yang dihadapinya bersumber kepada surat perjanjian yang dibuat bersama dengan Kong Beng. Isi perjanjian tersebut adalah tentang Cho Cho dan tentara yang kalah perang.

Apabila Cho Cho dan tentaranya tidak lewat celah Hoay Yong To, Kong Beng siap untuk dipenggal kepalanya; sebaliknya jika Cho Cho dan tentaranya lewat disana dan Kwan Kong tidak berhasil menangkapnya, Kwan Kong harus menyerahkan kepalanya untuk dipenggal.

Begitu agung rasa pengorbanan karena rasa kasihannya yang sangat besar.

Di medan perang Kwan Kong senantiasa berlandaskan ajaran Ti Jian Yong (kearifan kasih saying dan teguh) yang terkandung dalam kitab Tiong Yong.

Itulah sekelumit kisah sosok pribadi agung, Kwan Kong atau Kwan In Tiang.

Sumber : kisah para suci, penerbit Bhakti. 2011.

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Guan Yu (meninggal dunia pada tahun 219),[1] dengan gaya namanya iaitu Yunchang, merupakan seorang jeneral yang berkhidmat di bawah laksamana Liu Bei pada lewat Dinasti Han Timur di China.

Jika anda melihat rencana yang menggunakan templat {{tunas}} ini, gantikanlah dengan templat tunas yang lebih spesifik.

Last Updated on 24 September 2021 by Herman Tan Manado

Guan Gong (Hanzi : 关公, Hokkian : Kwan Kong) adalah seorang Jenderal perang kenamaan yang hidup pada jaman 3 Kerajaan Sam Kok (三國; San Guo), pada rentang tahun 160 – 220 M.

Nama aslinya adalah Guan Yu (关羽), atau Guan Yun Chang (关云长). “Guan” adalah marganya, dan “Gong” berarti tuan, atau gelar kehormatan. Oleh karena itu, Guan Gong berarti “Dewa Guan”.

Beliau juga disebut Guan Sheng Di Jun (關聖帝君), dan oleh Kaisar Han, Beliau diberi gelar Han Shou Ting Hou (漢夀亭侯) yang berarti “Marquis dari Han Shou”.

Beliau dipuja karena kesetiaan dan kejujuran, sebagai lambang/teladan sifat2 ksatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Oleh sebab itu, Guan Gong merupakan Dewa yang paling banyak dipuja di kalangan masyarakat. disamping kelenteng2 yang secara khusus memuja-Nya. Lukisan Nya banyak terpasang di rumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan, sampai di markas organisasi mafia! Dimana para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya berkumpul dan melakukan sumpah setia satu sama lain.

Karena itu, Beliau adalah satu2 nya Dewa yang dipuja, baik oleh orang2 golongan hitam maupun orang2 golongan putih.

Di samping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Yu juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan, dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan.

Julukan “Dewa Perang” sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Yu, harus diartikan sebagai Dewa yang bertugas untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak-Nya yang budiman. Guan Yu adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang kota Yuncheng), Propinsi Shanxi, Tiongkok.

Kebajikan Guan Gong melambangkan Kehormatan, Loyalitas, Integritas, Keadilan, Keberanian, dan Kekuatan, adalah cita2 yang benar2 dapat mempengaruhi kita. Di Negara2 barat, Dewa Guan Gong dikenal “Tao God of War”. Sebutan ini berasal dari fakta bahwa Dewa Guan Gong adalah jenderal militer yang paling terkenal di sepanjang sejarah Tiongkok.

Citations from elsewhere in the Sanguozhi

C. Kisah Guan Yu Yang Terluka dan Diobati Tabib Hua Tuo

Kisah lainnya tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang melawan pasukan Negara Wei (Ca0 Cao), Guan Yu terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo (華佗) menyembuhkan luka beracun tersebut dengan cara menyekrap tulang.

Hua Tuo pun menggunakan pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Guan Yu tidak bergeming, dan terus makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum; sama sekali tidak tersirat wajah yang menahan sakit.

Tabib sakti Hua Tuo memuji Beliau dengan berkata : “Jenderal benar2 seorang Dewa yang datang dari langit.”

Baca juga : Tabib Hua Tuo; Dewa Pengobatan

Early life and career

Guan Yu was from Xie County (解縣), Hedong Commandery, which is present-day Yuncheng, Shanxi. His original courtesy name was Changsheng (長生).[Sanguozhi 1] He was very studious, and was interested in the ancient history book Zuo zhuan and could fluently recite lines from it.[Sanguozhi others 1][Sanguozhi zhu 1] He fled from his hometown for unknown reasons[h] and went to Zhuo Commandery. When the Yellow Turban Rebellion broke out in the 180s, Guan Yu and Zhang Fei joined a volunteer militia formed by Liu Bei, and they assisted a colonel Zou Jing in suppressing the revolt.[Sanguozhi 2][Sanguozhi others 2] Guan Yu and Zhang Fei were known as stalwart and strong men; which made them talented fighters.[9]

When Liu Bei was appointed as the Minister (相) of Pingyuan, Guan Yu and Zhang Fei were appointed as Majors of Separate Command (别部司马), each commanding detachments of soldiers under Liu Bei. Liu Bei cherished them as if they were his own brothers and the three of them were as close as brothers to the point of sharing the same room, sleeping on the same mat and eating from the same pot.[10] Zhang Fei and Guan Yu protected Liu Bei whenever there were large crowds of people and also stood guard beside him when he sat down at meetings all day long. They followed him on his exploits and were always ready to face any danger and hardship.[Sanguozhi 3] And for their military prowess were appraised as "enemy of ten-thousand".[Sanguozhi 4] Guan Yu was noted for his kindness towards his soldiers and fealty to Liu Bei akin to family, but had no respect for the gentry and treated them without courtesy.[Sanguozhi others 3][Sanguozhi 5][Sanguozhi others 4]

Guan Yu dalam Percintaan Tiga Kerajaan

Salah satu gambaran yang paling kekal dalam kehidupan dan pengembaraan Guan Yu boleh didapati dalam novel Cina klasik “Romantik Tiga Kerajaan.” Ditulis oleh Luo Guanzhong pada abad ke-14, saga epik ini mengisahkan perebutan kuasa dan tipu daya era Tiga Kerajaan, menggambarkan Guan Yu sebagai wira yang lebih besar daripada kehidupan yang perbuatannya adalah legenda.

Dalam novel itu, Guan Yu digambarkan sebagai teladan kesetiaan, penghormatan, dan kebajikan mempertahankan diri, berkhidmat sebagai sekutu yang teguh dan saudara angkat kepada Liu Bei dan Zhang Fei. Sumpah persaudaraan legendanya dengan Liu Bei dan Zhang Fei di Taman Peach adalah salah satu adegan paling ikonik dalam novel itu, melambangkan ikatan persaudaraan dan komitmen mereka terhadap kebenaran.

Sepanjang novel ini, kehebatan mempertahankan diri Guan Yu dan integriti yang tidak berbelah bahagi diuji ketika dia mengharungi landskap politik khianat Tiga Kerajaan. Dari pertempuran epiknya menentang panglima perang Cao Cao hingga pertarungannya dengan saingan jeneral Lu Bu, eksploitasi Guan Yu digambarkan dengan kemegahan epik dan bakat dramatik, mengukuhkan statusnya sebagai wira dengan proporsi mitos.

Battle of Red Cliffs and aftermath

Liu Biao died in 208 and was succeeded by his younger son, Liu Cong, who surrendered Jing Province to Cao Cao when the latter started a campaign that year with the aim of wiping out opposing forces in southern China. Liu Bei evacuated Xinye together with his followers and they headed towards Xiakou, which was guarded by Liu Biao's elder son Liu Qi and independent of Cao Cao's control. Along the journey, Liu Bei divided his party into two groups – one led by Guan Yu which would sail along the river towards Jiangling; another led by Liu Bei which would travel on land. Cao Cao sent 5,000 elite cavalry to pursue Liu Bei's group and they caught up with them at Changban, where the Battle of Changban broke out. Liu Bei and his remaining followers managed to escape from Cao Cao's forces and reach Han Ford (漢津), where Guan Yu's group picked them up and they sailed to Xiakou together.[Sanguozhi others 8][Sanguozhi 12]

In 208, Liu Bei allied with Sun Quan and they defeated Cao Cao at the decisive Battle of Red Cliffs. Cao Cao retreated north after his defeat and left Cao Ren behind to defend Jing Province.[Sanguozhi 13] During the Battle of Jiangling, Guan Yu was stationed at the northern routes to block Cao Ren's supply lines via infiltration. Li Tong engaged Guan Yu, attempting to support Cao Ren's forces, but died from illness during the campaign.[Sanguozhi others 9] Xu Huang and Man Chong also engaged with Guan Yu in Hanjin(漢津) in order support Cao Ren against Zhou Yu.[Sanguozhi others 10] Finally, Yue Jin, stationed in Xiangyang, defeated Guan Yu and Su Fei (蘇非) and drove them away.[Sanguozhi others 11] After seizing and pacifying the various commanderies in southern Jing Province, Liu Bei appointed Guan Yu as the Administrator (太守) of Xiangyang and General Who Defeats Bandits (盪寇將軍), and ordered him to station at the north of the Yangtze River.[Sanguozhi 13]

Short service under Cao Cao

Liu Bei and his men followed Cao Cao back to the imperial capital Xu after their victory over Lü Bu at the Battle of Xiapi in 198. About a year later, Liu Bei and his followers escaped from Xu under the pretext of helping Cao Cao lead an army to attack Yuan Shu. Liu Bei went to Xu Province, killed the provincial inspector Che Zhou (車冑), and seized control of the province. He moved to Xiaopei and left Guan Yu in charge of the provincial capital Xiapi.[Sanguozhi 6][Sanguozhi others 5][Sanguozhi zhu 2]

In 200, Cao Cao led his forces to attack Liu Bei, defeated him and retook Xu Province. Liu Bei fled to northern China and found refuge under Cao Cao's rival Yuan Shao, while Guan Yu was captured by Cao Cao's forces and brought back to Xu. Cao Cao treated Guan Yu respectfully and asked Emperor Xian to appoint Guan Yu as a Lieutenant-General (偏將軍).[Sanguozhi 7][Sanguozhi others 6]

Later that year, Yuan Shao sent his general Yan Liang to lead an army to attack Cao Cao's garrison at Boma (白馬; near present-day Hua County, Henan), which was defended by Liu Yan (劉延). Cao Cao sent Zhang Liao and Guan Yu to lead the vanguard to engage the enemy. In the midst of battle, Guan Yu recognised Yan Liang's parasol so he charged towards Yan Liang, decapitated him and returned with his head. Yan Liang's men could not stop him. With Yan Liang's death, the siege on Boma was lifted. On Cao Cao's recommendation, Emperor Xian awarded Guan Yu the peerage of "Marquis[i] of Hanshou Village" (漢壽亭侯).[Sanguozhi 8]

Although Cao Cao admired Guan Yu's character, he also sensed that Guan Yu had no intention of serving under him for long. He told Zhang Liao, "Why don't you make use of your friendship with Guan Yu to find out what he wants?" When Zhang Liao asked him, Guan Yu replied, "I am aware that Lord Cao treats me very generously. However, I have also received many favours from General Liu and I have sworn to follow him until I die. I cannot break my oath. I will leave eventually, so maybe you can help me convey my message to Lord Cao." Zhang Liao did so, and Cao Cao was even more impressed with Guan Yu.[Sanguozhi 9] The Fu Zi gave a slightly different account of this incident. It recorded that Zhang Liao faced a dilemma of whether or not to convey Guan Yu's message to Cao Cao: if he did, Cao Cao might execute Guan Yu; if he did not, he would be failing in his service to Cao Cao. He sighed, "Lord Cao is my superior and he is like a father to me, while Guan Yu is like a brother to me." He eventually decided to tell Cao Cao. Cao Cao said, "A subject who serves his lord but doesn't forget his origins is truly a man of righteousness. When do you think he will leave?" Zhang Liao replied, "Guan Yu has received favours from Your Excellency. He will most probably leave after he has repaid your kindness."[Sanguozhi zhu 3]

After Guan Yu slew Yan Liang and lifted the siege on Baima, Cao Cao knew that he would leave soon so he gave Guan Yu greater rewards. Guan Yu sealed up all the gifts he received from Cao Cao, wrote a farewell letter, and headed towards Yuan Shao's territory to find Liu Bei. Cao Cao's subordinates wanted to pursue Guan Yu, but Cao Cao stopped them and said, "He's just doing his duty to his lord. There's no need to pursue him."[Sanguozhi 10]

Pei Songzhi commented on this as follows: "Cao Cao admired Guan Yu's character even though he knew that Guan Yu would not remain under him. He did not send his men to pursue Guan Yu when Guan Yu left, so as to allow Guan Yu to fulfil his allegiance (to Liu Bei). If he was not as magnanimous as a great warlord should be, how would he allow this to happen? This was an example of Cao Cao's goodness."[Sanguozhi zhu 4]

When Cao Cao and Yuan Shao clashed at the Battle of Guandu in 200, Yuan sent Liu Bei to contact Liu Pi (劉辟), a Yellow Turban rebel chief in Runan (汝南), and assist Liu Pi in attacking the imperial capital Xu while Cao Cao was away at Guandu. Guan Yu reunited with Liu Bei around this time. Liu Bei and Liu Pi were defeated by Cao Cao's general Cao Ren, after which Liu Bei returned to Yuan Shao. Liu Bei secretly planned to leave Yuan Shao, so he pretended to persuade Yuan Shao to form an alliance with Liu Biao, the Governor of Jing Province. Yuan Shao sent Liu Bei to contact another rebel leader, Gong Du (共都/龔都), in Runan, where they gathered a few thousand soldiers. Cao Cao turned back and attacked Runan after scoring a decisive victory over Yuan Shao at Guandu. Liu Bei fled south and found shelter under Liu Biao, who put him in charge of Xinye at the northern border of Jing Province. Guan Yu followed Liu Bei to Xinye.[Sanguozhi others 7][Sanguozhi 11]

Alternate account from the Shu Ji

The Shu Ji mentioned that Sun Quan initially wanted to keep Guan Yu alive in the hope of using Guan Yu to help him counter Liu Bei and Cao Cao. However, his followers advised him against doing so by saying, "A wolf shouldn't be kept as a pet as it'll bring harm to the keeper. Cao Cao made a mistake when he refused to kill Guan Yu and landed himself in deep trouble. He even had to consider relocating the imperial capital elsewhere. How can Guan Yu be allowed to live?" Sun Quan then ordered Guan Yu's execution.[Sanguozhi zhu 9]

Pei Songzhi disputed this account as follows:

According to (Wei Zhao's) Book of Wu, when Sun Quan sent Pan Zhang to block Guan Yu's retreat route, Guan Yu was executed after he was captured. Linju was about 200 to 300 li away from Jiangling, so how was it possible that Guan Yu was kept alive while Sun Quan and his subjects discussed whether to execute him or not? The claim that 'Sun Quan wanted to keep Guan Yu alive for the purpose of using him to counter Liu Bei and Cao Cao' does not make sense. It was probably meant to silence smart people.[Sanguozhi zhu 10]

Sun Quan sent Guan Yu's head to Cao Cao, who arranged a noble's funeral for Guan Yu and had his head properly buried with full honours.[Sanguozhi zhu 11] In October or November 260, Liu Shan granted Guan Yu the posthumous title "Marquis Zhuangmou" (壯繆侯).[Sanguozhi 20][Sanguozhi others 19] According to posthumous naming rules in the Yi Zhou Shu, "mou" was meant for a person who failed to live up to his reputation.[12]

Anda mungkin ingin melihat